Jumat, 13 September 2013

KELUARGA SUMBER KEKUATAN



Prof. Ir. WIDODO M.Sc, Ph. D
(Guru Besar UII Yogyakarta)

“Guru Besar adalah jabatan akademik keduniaan yang diinginkan oleh banyak orang. Tapi Guru Besar bukanlah segalanya.Bukankah orang-orang yang paling beruntung adalah orang yang paling bertaqwa kepada Allah?”  Adalah ungkapan dari seorang Prof. Widodo di hadapan Sidang Senat Terbuka Universitas Islam Indonesia  Yogyakarta pada tanggal 18 Oktober 2003. Pak Widodo adalah Guru Besar pertama di Fakultas Teknik Sipil  dan Perencanaan UII. Bidangnyapun amat langka, yaitu gempa bumi. Dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional, Prof Widodo itu termasuk Guru Besar untuk mata kuliah Mekanika Tenik FTSP UII. Judul pidatonya adalah “Rekayasa Bangunan Sipil di Daerah Rawan Gempa; Sumbangan Terhadap Kemanusiaan. Beliau adalah Guru Besar ketiga di lingkungan kampus UII Yogyakarta, universitas Islam tertua di Indonesia.
Apa kunci sukses Pak Widodo meraih jabatan tertinggi bagi dosen perguruan tinggi itu? Keluarga, yaitu orang tua yang turut membesarkannya, istri dan anak-anak yang turut serta mengantarkannya meraih sukses.
Orang tua Pak Widodo adalah seorang petani sederhana dan taat beribadah. Berasal dari desa Karangasem, Tanon, Sragen Jawa Tengah. Ayahnya Kamin Pawirodikromo dan ibunya Tugiyem, “Beliaulah yang menanamkan kasih sayang kepada kami,” aku Pak Wid. Sebagai petani beliau mendidik dan memberikan contoh, memberikan petunjuk dan mendorong untuk belajar. Juga berkorban apa saja  dan selalu mendoakan  semua  putra-putrinya untuk meraih yang dicita-citakan.
Pendidikan Pak Wid tergolong lancar dan bahkan cepat. Setelah menamatkan Sekolah Rakyat Negeri di Karangasem, Tanon Sragen tahun 1965, kemudian hijrah ke kota ke Sekolah Teknik Negeri I Purwonegaran, Surakarta dan Sekolah Teknik Menengah Ganeca Surakarta. Lulus tahun 1971, ia mengambil kuliah Jurusan Teknik Sipil UII. Sejak sarjana tahun 1980, Pak Widodo diangkat menjadi dosen tetap di FSTSP-UII, yang diangkat oleh Badan Wakaf UII.
Tahun 1987 ia lulus dari studi Master of Science teknik sipil di College Engineering University of Philiphinnes. Selanjutnya di tahun 1992 memperdalam ilmu gempa di University  of Canterburchy di New Zeland dan lulus tahun 1995. “Layanan Engineering Librarian dan Laboratory Staff sangat familier tetap terkenang sampai sekarang. Gaya membimbing dosen yang dekat, akrab, hangat dan ceria sangat memperlancar proses studi hingga lulus tepat waktu. Suatu pengalaman yang berharga. Model pembimbing seperti itu perlu ditiru dan diterapkan di UII.”
Mengenai orang tuanya, ada wasiat yang cukup bagus. Khusyu’lah shalat, rukunlah di antara saudara dan rukunlah dalam kehidupan bermasyarakat. Keduanya telah almarhum dan telah tidak sempat menyaksikan putranya menjadi Guru Besar. Semua atas jasa beliau yang selalu mendoakan terutama sehabis shalat.
Keluarga sendiri juga menjadi sumber kekuatan, istrinya tercinta Ninik Sunartiningsih dan tiga anak titipan Allah yang disebutnya S3 tetap ‘sabar, setia dan selalu menjadi sumber kekuatan. Ayah dari Titang Danar Raharjo, Stevan Chondro Suryono dan Sierra Elafansa Ratnasari itu merasakan kekuatan tambahan dengan adanya keluarga. “Baik itu susah, terutama selama ditinggal saat studi lanjut di luar negeri, maupun di kala senang yaitu ketika keluarga berkumpul, sehat walafiat. Sampai pengukuhan guru besar” kata Pak Wid.
Selama 23 tahun berkarier di Perguruan Tinggi besar Islam tertua, beliau selalu mengajar, meneliti dan mengabdi pada masyarakat. Ia merintis pusat studi gempa dengan nama Center  for Earthquake Engineering, Dynamic Effects and Disaster Studies (CEEDEDS). Pusat studi di FTSP UII ini telah mendapatkan bantuan dari pemerintah Jepang dan dalam waktu dekat akan memulai penyuluhan dan pelatihan kepada masyarakat tentang pengetahuan praktis kegempaan. ‘Mengembangkan ilmu itu wajib hukumnya. Ilmu yang diajarkan hendaknya dapat dipakai di masyarakat. Bila demikian UII akan menghasilkan orang orang survive, berperan dan bermafaat untuk masyarakat dan alam sekitar” pesan Pak Wid.


BERBAKTI KEPADA ORANG TUA


KESEMPATAN MUNGKIN HANYA DATANG SATU KALI


MEMBANGUN ITU SEPERTI MENANAM POHON 

PARA PEMIMPIN  


 
**** Sumber:  Qurratua’yun , Edisi 6 November/Desember 2003

 
 






Tidak ada komentar:

Posting Komentar