Jumat, 13 September 2013

INGIN JADI KEPALA GAJAH



Ir. Hesti Nugraheni, MM
(General Manager Divisi Business Service PT Telekomunikasi Indonesia Tbk)


Hesti Nugraheni, wanita muda energik yang semangatnya senantiasa menyala menerangi jalan hidup yang ditempuh. Ditakdirkan menghadapi cobaan hidup, langkahnya tidak pernah surut untuk memperjuangkan dan meraih mimpi-mimpi. Pergaulan batinnya atas tantangan dan cobaan akhirnya mampu mengasah dan membentuk sebuah karakter militan. Dan dari perjalanan hidupnya, kita dapat mengambil hikmah bagaimana kita seharusnya menempuh perjalanan hidup yang berliku.
Hesti lahir pada tanggal 24 April 1970, di Pasuruan Jawa Timur. Masa kecil penuh keceriaan tiba-tiba berubah menjadi kepiluan  ketika ayahnya yang seorang Camat Sukorejo, Pasuruan tiba-tiba meninggal ketika dia berumur 7 tahun. Bersama ibu dan adik laki-lakinya Hesti hijrah ke Malang--- semuanya dimulai dari nol lagi. Kehidupan yang semula serba ada berubah menjadi apa adanya. Ibunya, Adiarti Sisworo selalu menekankan bahwa urusan pendidikan harus diutamakan. Berkat anugerah dan kecerdasan di atas rata-rata, sejak SD hingga SMA, Hesti selalu menduduki rangking pertama di sekolah-sekolah unggulan di Malang. Cobaan hidup kembali datang, adik satu-satunya meninggal ketika Hesti hampir lulus SMA. Hingga cobaan itu yang menyadarkan bahwa ia-lah yang harus bertanggung jawab mengukir sejarah keluarga. “Saya punya banyak sekali impian impian sejak kecil. Namun saya yakin, tidak ada yang bisa mengubah nasib saya kecuali saya sendiri,” kata wanita pehobi baca puisi.
Hesti melanjutkan pendidikan ke Jurusan Teknik Industri ITS di Surabaya tahun 1988, melalui program PMDK (Penelusuran Minat Dan Kemampuan). Karena nilai yang dikantonginya selalu gemilang, biaya pendidikan pun terbantu dari beasiswa Yayasan Supersemar, Astra dan Kowani.
Berawal dari kekagumannya kepada almarhum Cacuk Sudaryanto, kala itu Direktur Utama PT. Telekomunikasi Indonesia. Ketika masih kelas dua SMA, ibunya sering membawanya ke rumah pakdhenya yang tak lain adalah ayah Cacuk di Bandung. Dari perjumpaan dengan Cacuk, Hesti mengetahui ada jurusan yang masih langka dan sangat banyak peminatnya ini—dan sejak saat itu secara konsisten Hesti membangun impiannya untuk bisa kuliah di Teknik Industri ITS.
Perjalanannya selama masa kuliah pun diwarnai dengan berbagai perannya sebagai pengurus di beberapa organisasi mahasiswa, seperti Himpunan Mahasiswa Teknik Industri (HMTI), Senat Mahasiswa Fakultas Teknologi Industri (FTI) dan Unit Kegiatan Tari dan Kerawitan (UKTK) dengan beragam aktivitasnya. Hesti terpilih untuk mengikuti LKMM ITS (Latihan Kepemimpinan Manajemen Mahasiswa) pada tahun 1990 dan menjadi lulusan terbaik. Bersyukur Hesti dilahirkan sebagai sosok multitalenta.
Di akhir tahun kuliahnya pada tahun 1992, Telkom terlihat sebagai satu-satunya BUMN yang agresif dan peduli dalam mengembangkan human capital. Apalagi Telkom mencanangkan visinya sebagai centre of exellence Indonesia. “Saya melihat ada peluang untuk berkembang di perusahaan ini,”  ujar wanita yang gemar baca puisi ini. Dia juga melihat perkembangan industri telekomunikasi sangat cepat memiliki tantangan tersendiri.
Tak heran ketika Telkom masuk ITS untuk menjaring mahasiswa ikatan dinas, Hesti langsung melamar. Diapun langsung diterima--- meskipun tidak sempat merasakan beasiswa, karena tak lama kemudian dia berhasil menyelesaikan kuliahnya persis empat tahun dengan predikat sangat memuaskan. Dia adalah satu di antara tiga orang yang pertama lulus dari seluruh angkatan 1988. Sebulan kemudian Hesti menikah dan menetap di Jakarta.
Selama berkarir di Telkom, Hesti pernah ditempatkan di bagian pembangunan, jaringan akses, SDM, pemasaran dan pelayanan di Divisi  Regional 2 Jakarta. Pernah juga sebagai Account Manager di  Divisi Carrier Interconnection Service, Business Development Manager Divisi Enterprise Service dan saat ini sebagai General Manager Segmen Divisi Business Service. Hesti adalah wanita satu-satunya yang menempati posisi eksekutif  di divisi yang secara fokus  mengelola pelanggan bisnis SME (Small Medium Enterprise) ini. Proses perpindahan bidang kerja dianggap sebagai peluang untuk menambah pengalaman sekaligus upaya positif untuk memperkaya jam terbang. Dalam beberapa leadership course yang diikutinya seperti Kursus Pimpinan  A&B, Comanders Training (khusus para eksekutif di level operasional), Hesti selalu mendapat peringkat atas. “Saya anggap setiap training adalah peluang untuk mengasah gergaji. Saya juga sempat mendapatkan training dibeberapa negara,” ungkap wanita penggemar mode busana konservatif ini.
Kiat sederhana dalam menjalani hidup dan meniti karir, “Yang penting kita perlu mengutarakan niat kita. Setelah itu satukan pikiran, hati dan perbuatan, supaya kita bisa menikmati prosesnya,” ujarnya. Setelah itu dibutuhkan passion. Tujuannya adalah agar bisa menebar energi positif secara konsisten. “Selanjutnya mengalir saja, ikuti kata hati. Untuk yang sudah ada di depan mata, lakukan yang terbaik, then let the God to do the rest. Saya percaya bahwa Allah akan selalu memberikan yang terbaik buat kita. Tapi satu hal siapa yang menanam dialah yang mengetam,” tutur wanita yang hobi tari jawa klasik.
Hesti bersyukur selama di Telkom, dia memiliki atasan-atasan yang bisa dijadikan panutan. Para atasannya itulah yang kemudian mewarnai polanya dalam bekerja. Dan pengalaman bekerja yang berkesan adalah ketika dia ditempatkan di bagian marketing dan pelayanan di Telkom Jakarta Selatan tahun 1996, area yang dikelolanya saat ini meski dengan posisi yang berbeda.
Kepala Telkom Jakarta Selatan ketika itu, I Nyoman G Wiryanata menantang Hesti, untuk menginisiasi layanan telemarketing 162 dan PUSYANTEL (Pusat Layanan Telekomunikasi). “Saya dibantu oleh tim kerja yang solid dalam menyusun strategi pemasaran, membangun sistem secara komprehensif, dan mengelola operasionalnya hingga akhirnya unit ini diresmikan oleh Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi  Joop Ave dan Menteri Perhubungan Susilo Soedarman,” tuturnya. Layanan ini memang yang pertama di lingkungan perusahaan, sehingga di benchmark oleh Telkom di berbagai daerah, bahkan dari beberapa institusi eksternal yang berbeda. Belakangan disadari bahwa layanan telemarketing 162 adalah cikal bakal layanan TELKOM 47 yang eksis hingga sekarang.
Kesempatan belajar kembali terbuka untuk Hesti. Pada tahun 2000, dia melanjutkan program S2 Magister Manajemen di Universitas Indonesia jurusan Marketing Management atas beasiswa Telkom. Keseluruhan program hanya ditempuh dalam waktu 14 bulan, Hesti diapresiasikan sebagai lulusan tercepat sekaligus lulusan terbaik ketiga dengan predikat cum laude.
Dalam bekerja, Hesti selalu membuat kesepakatan awal dengan atasannya, apa yang diharapkan atasannya terhadap dia. Hesti juga menjelaskan apa saja yang mampu diberikannya sekaligus target apa yang harus dicapai. Hasilnya pada triwulan 4 tahun 2008 unit yang dikelolanya saat ini menempati ranking 3 dari 8 area se-Divisi Regional 2. Dan ini terus merangkak dan pada triwulan 2 dan 3 berturut-turut  memperoleh ranking 1. “Saya selalu tanamkan kepada teman-teman, nomor 1 atau tidak sama sekali. Jadi nomor 2 atau 3 bagi kita sama saja,” ujar wanita pelalap buku ini.
Dengan kesibukan yang tinggi di dalam dunia kerja, Hesti menilai mengatur waktu bekerja, keluarga dan berbagai aktivitasnya diluar memang menjadi tantangan tersendiri. Sejak awal, dia selalu berbagi dengan almarhum suaminya (Ir. Koentjoro Mahadi Moemintoro), alumni Teknik Mesin ITS angkatan 1985, Bendahara Umum PP IKA ITS 2003-2006. Mereka berdua sepakat bahwa kuncinya adalah backroom di rumah yang kuat, walaupun pada dasarnya wanita memiliki kemampuan multitasking.
Pasangan Hesti dan Koentjoro berupaya melengkapi satu sama lain, karena jalur karier mereka berdua memang berbeda. Koentjoro selain menjadi Direktur PT. Panutan Selaras, juga menjalankan berbagai usaha milik pribadi.Kami sepakat untuk berkembang bersama. Mas Koen di jalur bisnis yang dinamikanya sangat tinggi. Sementara saya diposisikan sebagai penjaga gawang, tapi gawangnya harus kuat, jangan nanggung,” ujarnya sambil mengenang almarhum suaminnya.
Untuk tujuan tersebut, mereka berdua mengembangkan beberapa value bersama anak-anak dirumah, seperti trust (saling percaya), fokus kepada tugas dan tanggung jawab masing-masing dan team work (saling membantu dan melengkapi) karena pada dasarnya tidak ada manusia yang sempurna. Dengan pemahaman ini, bagi Hesti mengelola segala sesuatu di rumah tangga mereka, termasuk mengelola waktu untuk anak-anak dan keluarga menjadi lebih sederhana.
Cara semacam inilah yang membuat Hesti mampu melewati ujian terberat dalam keluarganya. Selama hampir dua tahun, Hesti dan kedua buah hatinya, Kartika Anugrautomo dan Tiara Shabrina Widyautami mendampingi suaminya yang berjuang melawan sakit tumor  di batang otaknya. Dengan sabar Hesti merawat dan mengajak Koentjoro berbicara banyak hal, kendati suami tercintanya tidak bisa menjawab. Akhirnya Allah memanggil Koentjoro ke pangkuan-Nya pada tanggal 31 Oktober 2008, persis seminggu setelah ulang tahun perkawinan mereka ke 17 dan tepat 2 jam setelah Hesti dilantik menduduki jabatan baru.
Dari perjalanan terakhir bersama almarhum suaminya, Hesti belajar banyak tentang arti ‘percaya, sabar, ikhlas dan pasrah’, “Enak diomongin tapi susah dijalanin. Yang pasti, selalu saja ada hikmah di balik setiap kejadian. Ini juga terbukti bahwa seperti halnya siang dan malam, maka kebahagiaan dan kesedihan, semuanya milik Allah. Dan Allah telah membuat dua ketetapannya sekaligus untuk kami dalam waktu berdekatan,” ujar Hesti.
“Saat ini, dengan predikat baru saya sebagai single parent, saya dan anak-anak lebih berhati-hati dalam menata hidup dan masa depan kami. Dengan sengaja kami membiasakan diri untuk menyederhanakan kehidupan kami, kami kurangi back pack yang tidak perlu, supaya ringan dalam melangkah,” katanya merendah.
Kedekatan hubungannya dengan banyak kalangan ini justru diposisikan Hesti untuk ‘win-win’, saling memberikan benefit dan bahkan saling menginspirasi satu sama lain terutama untuk Telkom tempatnya bekerja. “Kita sedang berada di era new wave, dimana market become horizontal. Maka many to many relationship di antara komunitas menjadi kunci sukses bisnis ke depan,” papar Hesti. “Intinya, tidaklah Allah menciptakan apapun di muka bumi ini dengan sia sia,” ujarnya yakin.
Sebagai apresiasi atas kerja keras, dedikasi dan komitmennya yang tinggi terhadap perusahaan, awal Januari 2010, Hesti dipromosikan sebagai General Manager di segmen Divisi Business Service, divisi baru yang dibentuk Telkom, yang secara khusus mengelola pelanggan bisnis SME sebagai usaha untuk memenangkan market share telekomunikasi SME di Indonesia. Di posisi barunya, Hesti ditantang dan bertanggung jawab mengoptimalkan seluruh potensi perusahaan untuk memberikan pelayanan paripurna kepada pelanggan SME, yang selain mengemban misi bisnis perusahaan, unit kerja yang dipimpinnya juga diharapkan mampu mendukung perkembangan dan kemajuan industri kecil menengah di tanah air.
Segala keberhasilan yang diperolehnya selama ini memang tidak bisa lepas dari orang-orang di sekelilingnya. “Terima kasih dan rasa hormat saya yang dalam kepada ibu saya, untuk semua keyakinannya bahwa seorang Hesti akan bisa terus maju, kegigihannya dalam berdoa, ketulusannya dalam mendedikasikan sebagian besar hidupnya untuk keluarga, juga rasa cinta yang menginspirasi setiap perjuangan yang saya lakukan selama ini,” ujarnya.
Juga almarhum suaminya, yang menginspirasinya untuk membangun pola kepemimpinan dengan memberikan contoh (leadership by example), kepemimpinan yang humble (rendah hati) dan memberikan arti kepada “kedamaian hati, team work dan total support.” Dan kemudian Cacuk Sudaryanto, yang selalu menekankan Hesti secara pribadi bahwa tidak ada bedanya perempuan dan laki laki dalam merengkuh cita-cita. “Tinggal kamu sendiri, mau menjadi kepalanya tikus atau ekornya gajah? Tapi, yang bagus adalah menjadi kepalanya gajah,” ujar Hesti menirukan pertanyaan Cacuk beberapa tahun yang lalu.
Dalam menata kembali kehidupan sepeninggal suaminya, Hesti menyadari sepenuhnya pesan, “Jalan menuju-Ku menanjak dan berliku.” Perjalanan ke depan bersama kedua buah hatinya sangat panjang. “Kedua anak kami ini adalah amanah terindah dalam hidup saya,” ujar Hesti. Hesti bertekad mewujudkan cita-cita almarhum suaminya, yaitu memberikan pendidikan yang terbaik untuk kedua anaknya agar mereka mampu mengejar mimpi-mimpinya.

**** Sumber:  BUKU BIRU BESAR -- "INSPIRING TO SUCCES”,  Menuju Kemandirian Bangsa, Jejak Langkah 100 Almuni ITS, 2010


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar