Ir. Hesti Nugraheni, MM
(General Manager Divisi Business Service PT
Telekomunikasi Indonesia Tbk)
Hesti Nugraheni, wanita muda energik yang semangatnya
senantiasa menyala menerangi jalan hidup yang ditempuh. Ditakdirkan menghadapi
cobaan hidup, langkahnya tidak pernah surut untuk memperjuangkan dan meraih
mimpi-mimpi. Pergaulan batinnya atas tantangan dan cobaan akhirnya mampu
mengasah dan membentuk sebuah karakter militan. Dan dari perjalanan hidupnya,
kita dapat mengambil hikmah bagaimana kita seharusnya menempuh perjalanan hidup
yang berliku.
Hesti lahir pada tanggal 24 April 1970, di Pasuruan Jawa
Timur. Masa kecil penuh keceriaan tiba-tiba berubah menjadi kepiluan ketika ayahnya yang seorang Camat Sukorejo,
Pasuruan tiba-tiba meninggal ketika dia berumur 7 tahun. Bersama ibu dan adik
laki-lakinya Hesti hijrah ke Malang--- semuanya dimulai dari nol lagi.
Kehidupan yang semula serba ada berubah menjadi apa adanya. Ibunya, Adiarti Sisworo
selalu menekankan bahwa urusan pendidikan harus diutamakan. Berkat anugerah dan
kecerdasan di atas rata-rata, sejak SD hingga SMA, Hesti selalu menduduki
rangking pertama di sekolah-sekolah unggulan di Malang. Cobaan hidup kembali
datang, adik satu-satunya meninggal ketika Hesti hampir lulus SMA. Hingga
cobaan itu yang menyadarkan bahwa ia-lah yang harus bertanggung jawab mengukir
sejarah keluarga. “Saya punya banyak
sekali impian impian sejak kecil. Namun saya yakin, tidak ada yang bisa
mengubah nasib saya kecuali saya sendiri,” kata wanita pehobi baca puisi.
Hesti melanjutkan pendidikan ke Jurusan Teknik Industri
ITS di Surabaya tahun 1988, melalui program PMDK (Penelusuran Minat Dan
Kemampuan). Karena nilai yang dikantonginya selalu gemilang, biaya pendidikan
pun terbantu dari beasiswa Yayasan Supersemar, Astra dan Kowani.
Berawal dari kekagumannya kepada almarhum Cacuk Sudaryanto, kala itu Direktur Utama PT.
Telekomunikasi Indonesia. Ketika masih kelas dua SMA, ibunya sering membawanya
ke rumah pakdhenya yang tak lain adalah ayah Cacuk di Bandung. Dari perjumpaan
dengan Cacuk, Hesti mengetahui ada jurusan yang masih langka dan sangat banyak
peminatnya ini—dan sejak saat itu secara konsisten Hesti membangun impiannya
untuk bisa kuliah di Teknik Industri ITS.
Perjalanannya selama masa kuliah pun diwarnai dengan
berbagai perannya sebagai pengurus di beberapa organisasi mahasiswa, seperti
Himpunan Mahasiswa Teknik Industri (HMTI), Senat Mahasiswa Fakultas Teknologi
Industri (FTI) dan Unit Kegiatan Tari dan Kerawitan (UKTK) dengan beragam
aktivitasnya. Hesti terpilih untuk mengikuti LKMM ITS (Latihan Kepemimpinan
Manajemen Mahasiswa) pada tahun 1990 dan menjadi lulusan terbaik. Bersyukur
Hesti dilahirkan sebagai sosok multitalenta.
Di akhir tahun kuliahnya pada tahun 1992, Telkom terlihat
sebagai satu-satunya BUMN yang agresif dan peduli dalam mengembangkan human
capital. Apalagi Telkom mencanangkan visinya sebagai centre of exellence
Indonesia. “Saya melihat ada peluang untuk berkembang di perusahaan ini,” ujar wanita yang gemar baca puisi ini. Dia
juga melihat perkembangan industri telekomunikasi sangat cepat memiliki
tantangan tersendiri.
Tak heran ketika Telkom masuk ITS untuk menjaring
mahasiswa ikatan dinas, Hesti langsung melamar. Diapun langsung diterima---
meskipun tidak sempat merasakan beasiswa, karena tak lama kemudian dia berhasil
menyelesaikan kuliahnya persis empat tahun dengan predikat sangat memuaskan.
Dia adalah satu di antara tiga orang yang pertama lulus dari seluruh angkatan
1988. Sebulan kemudian Hesti menikah dan menetap di Jakarta.
Selama berkarir di Telkom, Hesti pernah ditempatkan di
bagian pembangunan, jaringan akses, SDM, pemasaran dan pelayanan di Divisi Regional 2 Jakarta. Pernah juga sebagai
Account Manager di Divisi Carrier
Interconnection Service, Business Development Manager Divisi Enterprise Service
dan saat ini sebagai General Manager Segmen Divisi Business Service. Hesti
adalah wanita satu-satunya yang menempati posisi eksekutif di divisi yang secara fokus mengelola pelanggan bisnis SME (Small Medium
Enterprise) ini. Proses perpindahan
bidang kerja dianggap sebagai peluang untuk menambah pengalaman sekaligus upaya
positif untuk memperkaya jam terbang. Dalam beberapa leadership course yang
diikutinya seperti Kursus Pimpinan
A&B, Comanders Training (khusus para eksekutif di level
operasional), Hesti selalu mendapat peringkat atas. “Saya anggap setiap
training adalah peluang untuk mengasah gergaji. Saya juga sempat mendapatkan
training dibeberapa negara,” ungkap wanita penggemar mode busana konservatif
ini.
Kiat sederhana dalam menjalani hidup dan
meniti karir, “Yang penting kita perlu
mengutarakan niat kita. Setelah itu satukan pikiran, hati dan perbuatan, supaya
kita bisa menikmati prosesnya,” ujarnya. Setelah itu dibutuhkan passion.
Tujuannya adalah agar bisa menebar energi positif secara konsisten.
“Selanjutnya mengalir saja, ikuti kata hati. Untuk yang sudah ada di depan mata, lakukan yang terbaik, then let the God to do
the rest. Saya percaya bahwa Allah akan selalu memberikan yang terbaik buat
kita. Tapi satu hal siapa yang menanam dialah yang mengetam,” tutur wanita yang
hobi tari jawa klasik.
Hesti bersyukur selama di Telkom, dia memiliki
atasan-atasan yang bisa dijadikan panutan. Para atasannya itulah yang kemudian
mewarnai polanya dalam bekerja. Dan pengalaman bekerja yang berkesan adalah
ketika dia ditempatkan di
bagian marketing dan pelayanan di Telkom Jakarta Selatan
tahun 1996, area yang dikelolanya saat ini meski dengan posisi yang berbeda.
Kepala Telkom Jakarta Selatan ketika itu, I Nyoman G
Wiryanata menantang Hesti, untuk menginisiasi layanan telemarketing 162 dan
PUSYANTEL (Pusat Layanan Telekomunikasi). “Saya dibantu oleh tim kerja yang
solid dalam menyusun strategi pemasaran, membangun sistem secara komprehensif,
dan mengelola operasionalnya hingga akhirnya unit ini diresmikan oleh Menteri
Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Joop
Ave dan Menteri Perhubungan Susilo Soedarman,” tuturnya. Layanan ini memang
yang pertama di lingkungan perusahaan, sehingga di benchmark oleh Telkom di
berbagai daerah, bahkan dari beberapa institusi eksternal yang berbeda.
Belakangan disadari bahwa layanan telemarketing 162 adalah cikal bakal layanan
TELKOM 47 yang eksis hingga sekarang.
Kesempatan belajar kembali terbuka untuk Hesti. Pada
tahun 2000, dia melanjutkan program S2 Magister Manajemen di Universitas
Indonesia jurusan Marketing Management atas beasiswa Telkom. Keseluruhan
program hanya ditempuh dalam waktu 14 bulan, Hesti diapresiasikan sebagai
lulusan tercepat sekaligus lulusan terbaik ketiga dengan predikat cum laude.
Dalam bekerja, Hesti selalu membuat kesepakatan awal
dengan atasannya, apa yang diharapkan atasannya terhadap dia. Hesti juga
menjelaskan apa saja yang mampu diberikannya sekaligus target apa yang harus
dicapai. Hasilnya pada triwulan 4 tahun 2008 unit yang
dikelolanya saat ini menempati ranking 3 dari 8 area se-Divisi Regional 2. Dan
ini terus merangkak dan pada triwulan 2 dan 3 berturut-turut memperoleh ranking 1. “Saya selalu tanamkan
kepada teman-teman, nomor 1 atau tidak sama sekali. Jadi nomor 2 atau 3 bagi
kita sama saja,” ujar wanita pelalap buku ini.
Dengan kesibukan yang tinggi di dalam dunia kerja, Hesti
menilai mengatur waktu bekerja, keluarga dan berbagai aktivitasnya diluar
memang menjadi tantangan tersendiri. Sejak awal, dia selalu berbagi dengan
almarhum suaminya (Ir. Koentjoro Mahadi Moemintoro), alumni Teknik Mesin ITS
angkatan 1985, Bendahara Umum PP IKA ITS 2003-2006. Mereka berdua sepakat bahwa
kuncinya adalah backroom di rumah yang kuat, walaupun pada dasarnya wanita
memiliki kemampuan multitasking.
Pasangan Hesti dan Koentjoro berupaya melengkapi satu
sama lain, karena jalur karier mereka berdua memang berbeda. Koentjoro selain
menjadi Direktur PT. Panutan Selaras, juga menjalankan berbagai usaha milik
pribadi.
“Kami sepakat untuk berkembang bersama. Mas Koen di jalur
bisnis yang dinamikanya sangat tinggi. Sementara saya diposisikan sebagai
penjaga gawang, tapi gawangnya harus kuat, jangan nanggung,” ujarnya sambil
mengenang almarhum suaminnya.
Untuk tujuan tersebut, mereka berdua mengembangkan
beberapa value bersama anak-anak dirumah, seperti trust (saling percaya), fokus
kepada tugas dan tanggung jawab masing-masing dan
team work (saling membantu dan melengkapi) karena pada dasarnya tidak ada
manusia yang sempurna. Dengan pemahaman ini, bagi Hesti mengelola segala
sesuatu di rumah tangga mereka, termasuk mengelola waktu untuk anak-anak dan
keluarga menjadi lebih sederhana.
Cara semacam inilah yang membuat Hesti mampu melewati
ujian terberat dalam keluarganya. Selama hampir dua tahun, Hesti dan kedua buah
hatinya, Kartika Anugrautomo dan Tiara Shabrina Widyautami mendampingi suaminya
yang berjuang melawan sakit tumor di
batang otaknya. Dengan sabar Hesti merawat dan mengajak Koentjoro berbicara banyak hal, kendati suami tercintanya tidak bisa menjawab.
Akhirnya Allah memanggil Koentjoro ke pangkuan-Nya pada tanggal 31 Oktober
2008, persis seminggu setelah ulang tahun perkawinan mereka ke 17 dan tepat 2
jam setelah Hesti dilantik menduduki jabatan baru.
Dari perjalanan terakhir bersama almarhum suaminya, Hesti
belajar banyak tentang arti ‘percaya, sabar, ikhlas dan pasrah’, “Enak
diomongin tapi susah dijalanin. Yang pasti, selalu saja ada hikmah di balik
setiap kejadian. Ini juga terbukti bahwa seperti halnya siang dan malam, maka
kebahagiaan dan kesedihan, semuanya milik Allah. Dan Allah telah membuat dua
ketetapannya sekaligus untuk kami dalam waktu berdekatan,” ujar Hesti.
“Saat ini, dengan predikat baru saya sebagai single
parent, saya dan anak-anak lebih berhati-hati dalam menata hidup dan masa depan
kami. Dengan sengaja kami membiasakan diri untuk menyederhanakan kehidupan
kami, kami kurangi back pack yang tidak perlu, supaya ringan dalam melangkah,”
katanya merendah.
Kedekatan hubungannya dengan banyak kalangan ini justru
diposisikan Hesti untuk ‘win-win’, saling memberikan benefit dan bahkan saling
menginspirasi satu sama lain terutama untuk Telkom tempatnya bekerja. “Kita
sedang berada di era new wave, dimana market become horizontal. Maka many to
many relationship di antara komunitas menjadi kunci sukses bisnis ke depan,” papar Hesti. “Intinya, tidaklah Allah menciptakan apapun di
muka bumi ini dengan sia sia,” ujarnya yakin.
Sebagai apresiasi atas kerja keras, dedikasi dan
komitmennya yang tinggi terhadap perusahaan, awal Januari 2010, Hesti
dipromosikan sebagai General Manager di segmen Divisi Business Service, divisi
baru yang dibentuk Telkom, yang secara khusus mengelola pelanggan bisnis SME
sebagai usaha untuk memenangkan market share telekomunikasi SME di Indonesia.
Di posisi barunya, Hesti ditantang dan bertanggung jawab mengoptimalkan seluruh
potensi perusahaan untuk memberikan pelayanan paripurna kepada pelanggan SME,
yang selain mengemban misi bisnis perusahaan, unit kerja yang dipimpinnya juga
diharapkan mampu mendukung perkembangan dan kemajuan industri kecil menengah di
tanah air.
Segala keberhasilan yang diperolehnya selama ini memang
tidak bisa lepas dari orang-orang di sekelilingnya. “Terima kasih dan rasa
hormat saya yang dalam kepada ibu saya, untuk semua keyakinannya bahwa seorang
Hesti akan bisa terus maju, kegigihannya dalam berdoa, ketulusannya dalam
mendedikasikan sebagian besar hidupnya untuk keluarga, juga rasa cinta yang
menginspirasi setiap perjuangan yang saya lakukan selama ini,” ujarnya.
Juga almarhum suaminya, yang menginspirasinya untuk
membangun pola kepemimpinan dengan memberikan contoh (leadership by example),
kepemimpinan yang humble (rendah hati) dan memberikan arti kepada “kedamaian
hati, team work dan total support.” Dan kemudian Cacuk Sudaryanto, yang selalu
menekankan Hesti secara pribadi bahwa tidak ada bedanya perempuan dan laki laki
dalam merengkuh cita-cita. “Tinggal kamu
sendiri, mau menjadi kepalanya tikus atau ekornya gajah? Tapi, yang bagus
adalah menjadi kepalanya gajah,” ujar Hesti menirukan pertanyaan Cacuk
beberapa tahun yang lalu.
Dalam menata kembali kehidupan sepeninggal suaminya,
Hesti menyadari sepenuhnya pesan, “Jalan menuju-Ku menanjak dan berliku.”
Perjalanan ke depan bersama kedua buah hatinya sangat panjang. “Kedua anak kami
ini adalah amanah terindah dalam hidup saya,” ujar Hesti. Hesti bertekad
mewujudkan cita-cita almarhum suaminya, yaitu memberikan pendidikan yang
terbaik untuk kedua anaknya agar mereka mampu mengejar mimpi-mimpinya.
**** Sumber: BUKU BIRU BESAR -- "INSPIRING TO SUCCES”, Menuju Kemandirian Bangsa, Jejak Langkah 100 Almuni ITS, 2010
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar