Minggu, 08 Maret 2015

TEKUN TEKENING TEKAN


Prof Ir PRIYO SUPROBO, MS PhD
(Rektor ITS  2007 - …)
Priyo Suprobo, sosok pria sederhana  yang semangat hidupnya  senantiasa bergelora  untuk memberikan karya terbaik yang bisa dia berikan. Kercerdasan dan determinasinya yang tinggi, keuletan dan kerja kerasnya, dan seluruh prestasi yang dia ukir tidak membuatnya terlena. Dia tetap mampu menjadi pribadi yang bersahaja, tetap bersimpuh menengadahkan tangan memohon kekuatan dari Tuhan Yang Maha Esa.

Lahir di Klaten 11 September 1959, anak kedua  dari enam bersaudara, Probo dibesarkan di lingkungan keluarga sederhana. Ayahnya, Dr. Soegijo Sapoetro, pegawai negeri sipil dengan jabatan terakhir Inspektur Wilayah Propinsi DI Yogyakarta. Dan ibunya, Sri Hartati, seorang guru SD yang kemudian berhenti untuk mengajar dan fokus untuk membimbing anak-anaknya. Terinspirasi oleh Prof. Roosenom, seorang ahli beton yang merupakan guru SMA-nya, Probo remaja yang memantapkan pendiriannya untuk menjadi insinyur sipil yang ahli di bidang konstruksi beton.


Diterima di Teknik Sipil ITS tahun 1978, Probo dikenal sebagai mahasiswa yang cerdas. Lulus tahun 1983 dengan predikat cum laude, anggota TAU BETA PI, Chapter Indiana, USA, ini diharapkan pada dua pilihan, berkarir sebagai dosen atau berkarir di perusahaan. Karena dorongan keinginan untuk menguji sejauh mana dia mampu menerapkan ilmu pengetahuan yang dipelajarinya, Probo memutuskan bergabung dengan PT. Adhi Karya. Tidak lama kemudian, dia pindah ke PT. Wijaya Karya dan ditempatkan di bidang produk beton dan metal.

Hati Probo terusik, selama bekerja di bidang konstruksi, setiap kali melakukan konsultasi dia selalu bertemu dengan doktor-doktor muda ITB--- dan ternyata itu juga terjadi hampir di seluruh perusahaan konstruksi besar di Jakarta. Dia termenung dan merasa cintanya pada almamaternya melecut semangatnya---Probo bertekad untuk mengabdikan dirinya di ITS, berharap bisa memberikan kemampuan terbaiknya untuk membangun almamaternya agar bisa berdiri sejajar dengan perguruan-perguruan tinggi terbaik lainnya.                                                    

Tahun 1984, Probo mengajukan lamaran sebagai dosen di ITS tetapi belum ada formasi ketika itu. Melihat potensi dan kecerdasannya, Pak Harwiyono memberinya tawaran beasiswa untuk kuliah program S-2 di ITB sambil menunggu adanya formasi PNS di ITS. Gayung tersambut, Probo memutuskan menerima tawaran tersebut dan setahun kemudian resmi diangkat menjadi PNS. Lulus program S-2 ITB tahun 1987, atas prakarsa Prof. Sosrowinarso, dia memperoleh kesempatan melanjutkan program S-3 Bidang Teknik Sipil di Purdue University Amerika Serikat tahun 1988 atas biaya dari PAU ITB.

Masa-masa penuh tantangan, aku Probo. Sebelumnya sebagai karyawan perusahaan BUMN dengan penghasilan cukup, kemudian mengabdi sebagai PNS dan langsung belajar--- sudah berkeluarga dengan satu anak, sementara karena tugas belajar, dia harus rela menerima 50% dari gaji pokoknya, kurang lebih Rp. 65.000, perbulan. Beruntung seorang pamannya yang juga mengajar di ITS banyak memberi dukungan dan pengarahan bagi keluarganya. Dan tekanan ekonomi tidak membuat langkah Probo surut, melainkan semakin melecut semangatnya untuk mengeksploitasi kemampuan terbaiknya dengan satu keyakinan suatu saat “pasti bisa”.

Lulus progam S-3 di Purdue University tahun 1991, Probo tidak bisa langsung mengabdi di ITS karena diminta untuk mengajar di ITB. Sebuah kebanggaan baginya, seorang alumnus ITS menjadi dosen di ITB. Dia pun bersyukur, selama di Bandung, teman-teman alumni ITS banyak memberikan  dukungan dan teman-teman di ITB pun menyambutnya dengan hangat--- sebuah solidaritas  yang membuat semangatnya semakin membumbung untuk mengabdi, sebuah solidaritas yang dapat dijadikan contoh bagaimana sekat-sekat almamater terhapus oleh mimpi dan tujuan yang lebih mulia.

Setelah mengabdi selama 4 tahun di ITB, Probo mengajar secara penuh di ITS mulai tahun 1995. Dua tahun kemudian, dia dipercaya menjabat sebagai kepala Laboratorium Beton dan Bahan Bangunan Teknik Sipil. Tahun 1999, diangkat menjadi Pembantu Dekan 1 Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP-ITS) dan kemudian dikukuhkan sebagai Dekan FTSP tahun 2003. Dan melalui pemilihan langsung oleh senat, Probo dipercaya menjadi Rektor ITS untuk masa bhakti 2007-2011.

Dari ayahnya, Probo mengaku banyak mendapat wejangan bagaimana menjalani hidup. Tekun tekening tekan, salah satu nasehat ayahnya---bahwa keberhasilan hanya bisa diperoleh dengan diawali kerja keras dan ketekunan. Itu belum cukup, dan harus didukung dengan prinsip titi, titis, tatas---ketelitian dalam melaksanakan tugas,  ketepatan dalam bertindak, dan merampungkan kewajiban secara tuntas. Dengan prinsip-prinsip tersebut, Probo berhasil mengukir prestasi dalam pengabdiannya, baik sebagai pendidik maupun sebagai pemimpin kampus.

Pada suatu saat, ketika baru pulang dari Amerika Serikat, dia bertemu dengan Ir. Murwanto yang kala itu menjabat sebagai Kepala Kanwil Pekerjaan Umum D.I. Yogyakarta dan mengingatkannya,Anda sudah jadi doktor. Sekarang anda tinggal pilih, jeneng atau jenang.” Yang dimaksud “jeneng” adalah nama baik yang dibangun atas dasar prestasi, sedangkan “jenang” adalah makanan khas jawa yang merepresentasikan materi atau harta kekayaan.

Dengan menyandang gelar doktor  dari Universitas terkemuka di Amerika Serikat, jalan untuk mendapatkkan materi berlebih terbuka lebar baginya. Dan Probo tidak tergoda, lebih memilih ”jeneng”, lebih memilih mengabdikan kemampuan terbaiknya sebagai pendidik dan berjuang mengukir prestasi untuk  pengembangan  iptek di bidang konstruksi. Dia memiliki satu keyakinan, nama baik yang dibangun atas dasar prestasi akan memberikan keuntungan sekaligus: kebanggaan diri atas karya terbaik yang diberikan, dan keuntungan materi yang mengiringi.

Kini, didaulat sebagai pucuk pimpinan di ITS, Probo merasa tertantang untuk membangun kerjasama sinergi yang lebih baik bersama para koleganya guna membangun kemajuan ITS. Berbeda dengan birokrat di pemerintahan yang bisa memerintah secara top down, Probo harus berusaha membangun komunikasi intensif untuk menciptakan kerjasama secara kolegial  dalam menentukan dan melaksanakan program dan kebijakan---mengingat hampir semua para pembantunya adalah bergelar profesor, maka hubungan kerja yang dibangun adalah hubungan kolegial, bukan struktural seperti birokrasi pemerintahan.

Misi Probo selaku Rektor adalah bagaimana membawa ITS “go International”. Dan untuk mewujudkanya, dia harus berusaha keras memaksimalkan berbagai potensi yang dimiliki ITS sehingga mampu meningkatkan kualitas lulusan kompeten, profesional, memiliki kemampuan leadership dan jiwa kewirausahaan. Untuk itu dibangunlah sarana dan prasarana pendukung, salah satunya Center of Entrepruner Development (CED) yang memfasilitasi mahasiswa dalam mengembangkan kemampuan kewirausahaan.

Diakui Probo, kelemahan utama lulusan ITS adalah dalam bidang soft skills---yaitu, kemampuan komunikasi, leardership dan teamwork. Dari evaluasi uji kemampuan akademik dan psikotes pada saat masuk sebagai mahasiswa baru dan saat akan diwisuda, diperoleh hasil bahwa perkembangan otak kiri (hard skills, kompetensi akademik) berkembang pesat, sementara pengembangan otak kanan (soft skills, khususnya kemampuan komunikasi, leadership dan teamwork) tidak banyak berkembang.

Oleh karena itu, dengan dukungan seluruh civitas akademika, Probo berusaha melakukan pembenahan-pembenahan. Diantaranya, usaha untuk memasukkan bidang soft skills ke dalam kurikulum dan penekanan pentingnya semangat entrepreneurship di setiap mata kuliah. Dan mulai tahun ajaran 2008/2009, seluruh mahasiswa baru diwajibkan untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di kampus guna mengembangkan dan meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam hal komunikasi, kepemimpinan dan kerja sama tim. Selain meningkatkan kualitas lulusan, untuk merealisasikan misi “Go Internasional” ITS harus mampu meningkatkan riset-riset bertaraf internasional. Tantangan terbesarnya adalah masalah pendanaan, mengingat pelaksanaan riset yang berkualitas tinggi harus didukung dengan peralatan dan fasilitas yang memadai. Untuk mengatasinya Probo bersama seluruh koleganya berusaha keras untuk membangun jejaring kerja sama yang luas baik di tingkat nasional maupun internasional dan mengharapkan peran yang lebih besar dari alumni ITS untuk dapat mendukung berbagai program riset dan pengembangan yang dilakukan almamaternya.

Sebagai institut pertama di Indonesia yang didirikan  sendiri oleh pribumi, sudah selayaknya ITS bersama seluruh civitas akademika berjuang memberikan kontribusi terbaiknya untuk berperan secara maksimal dalam membangun kemandirian bangsa --- sebagaimana semangat dan jiwa patriotis yang ditunjukkan para pendiri ITS.

“Dan bagi seluruh alumni ITS, saya harapkan dimanapun mereka berada, dimanapun mereka mengabdikan diri, tentunya mereka harus bekerja dengan baik, berprestasi tinggi,” pesan Priyo Suprobo selaku Rektor ITS. “Kalau dia sudah berprestasi tinggi, maka yang bangga tentunya adalah almamater dan kawan-kawannya. Dari sana akan tumbuh rasa kebanggaan setiap alumni atau lulusan ITS --- ‘saya ingin seperti ini, saya ingin seperti itu, saya ingin seperti dia.

Selain sebagai pendidik, Probo juga aktif dalam kegiatan pembinaan dan pengembangan jasa konstruksi, khususnya di Jawa Timur --- disamping memberikan sumbangsih pemikiran-pemikiran sebagai ilmuwan yang disampaikan baik dalam bentuk karya-karya ilmiah maupun dalam kegiatan-kegiatan ilmiah. Tercatat sebelum menjabat sebagai Rektor ITS, Probo dipercaya sebagai Ketua Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia Komda Jawa Timur dan Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Jawa Timur.

Beberapa penghargaan yang pernah diterimanya menunjukkan prestasi akademis hingga jaringan sosialnya yang kuat, antara lain Satya Lancana Karya Satya X pada tahun 2004, Dwidya Satya Perdana, juga pada tahun 2004, SOKA AWARD OF HIGHEST HONOUR pada tahun 2008, dan GANESHA PRAJA MANGGALA BAKTI ADI UTAMA dari ITB pada tahun 2009.

Menikah dengan Dyah Listyo Wati, Probo dikaruniahi 3 putri dan 1putra --- Puspita Wijayanti (22), dokter umum lulusan FK UNAIR, Jagadito Probo Kusuma (18), sebagai mahasiswa Tehnik Sipil ITB Danu Pastika Probo Hiswari (16) dan Ranggalalita Probonegari (15).



BERBAKTI KEPADA ORANG TUA


KESEMPATAN MUNGKIN HANYA DATANG SATU KALI


MEMBANGUN ITU SEPERTI MENANAM POHON 

PARA PEMIMPIN




****Ditulis ulang bersama :
IVAN ZAINAL ABIDIN – MI Negeri  Grogol  Sukoharjo - Kelas 2
SOEM SOLIKIN –MTs Negeri  Cawas  Klaten- Kelas  7C
AGUNG SUSILO-SMP Negeri 2 Bayat Klaten-Kelas 8A
Sumber buku: INSPIRING TO SUCCESS –Jejak Langkah 100 Alumni ITS



WINNER NEVER QUIT AND QUITTER NEVER WIN

Ir ABDUL AZIES BAHALWAN
(Dirut PT Serambi Alam Semesta)
(Komisaris Utama PT Safarindo Internusa)
(Komisaris Utama PT Little Bagdad Internusa)

“Dulu sebenarnya saya ndak mau masuk ITS, karena secara keuangan tidak memungkinkan, kenang Azies Bahalwan. Mantan Vice President berkaryawan ratusan orang ini  sempat mengalami nasib tak menentu sebelum kuliah. Hari demi hari pun ia lalui dengan merenungi diri, sembari menghimpun keberanian untuk melanjutkan pendidikan. Suatu hari, tatapan matanya tiba-tiba terpaku pada sesuatu di hadapannya. Seorang hippies  tengah berdiri mengenakan kaos oblong bergambar lari maraton. Gambar si pemenang di depan, sedangkan yang lain membuntuti di belakang dalam bentuk arsiran. Sebuah kalimat tertulis jelas pada kaos itu: “Winner Never Quit And Quitter Never Win”, Seorang Pemenang tidak akan pernah menyerah dan Seorang yang menyerah tidak akan pernah menang.

Kendati waktu itu masih lulusan SMA, pria muda itu betul-betul dapat mencerna makna kata-kata yang dibacanya. “Sewaktu kecil saya  suka mengantarkan nenek ke dokter. Suatu kali, sambil menunggu nenek selesai periksa, saya belajar matematika (dulu disebut berhitung). Waktu itu mau ulangan. Dokter kemudian keluar dan bertanya: “Zies, kamu belajar apa?” ‘Berhitung Dok’, jawab saya. ‘Mbok belajar yang lain.’ ‘Apa Dok?’ Dia bilang : ‘Kalau kamu bisa bahasa Inggris, kamu bisa ngomong sama orang luar negeri.’ Sejak saat itulah saya terpacu dan hobi belajar bahasa Inggris, sehingga saya bisa menangkap dengan baik arti jargon pada kaos tersebut,” demikian Azies Bahalwan mengisahkan.

Kalau membaca, siapapun bisa. Tetapi pemuda ini tahu arti kata-kata asing itu. Dan bukan hanya tahu, dia berusaha berpikir lebih. Sebuah pepatah mengatakan, “Yang disebut dengan penemuan (invention) adalah kemampuan seseorang melihat sesuatu sebagaimana orang lain melihat, namun dia berpikir berbeda.” Semua orang tahu kalau kayu digergaji maka yang akan keluar adalah serbuk gergaji. Sampai suatu saat ada yang melihat bahwa serbuk gergaji itu dikumpulkan dan diberi obat, maka akan menjadi obat nyamuk. Di dasari pemahaman bahasa Inggris yang sedikit lebih  ketika itu, juga kemauan untuk berpikir lebih dan berbeda, pria ini pun bangkit dan kuliah.

Bergelut dengan dunia kampus, Azies mendulang pengalaman yang cukup prestisius. Belitan biaya tidak menyurutkan semangatnya untuk menjadi yang terbaik. Saat tingkat III (belum ada semester saat itu), dia diutus ke Irian dan Ambon. Bersama beberapa mahasiswa dan tim dosen, dia ikut dalam optimalisasi penerimaan sinyal radio RRI di kedua wilayah tersebut untuk mengantisipasi Pemilu 1982. Tak hanya itu,  pada tingkat IV, pria ini yang sangat termotivasi oleh pesan neneknya ini juga dikirim ke Australia untuk mengikuti vacation training selama sebulan penuh, oleh perusahaan bernama Schlumberger. Sebuah kesempatan yang sangat langka saat itu, karena hanya dua mahasiswa yang berhasil meraihnya.

Sepulang dari Australia, Azies berkeyakinan bahwa dirinya kelak pasti diterima bekerja di Schlumberger. Keyakinan yang sungguh wajar pada masa itu, sebab gaji di perusahaan itu memang setimpal 3000USD. Namun fakta berbicara lain. Karena telat masuk ITS, pelahap buku How To ini lulus pada usia melebihi yang disyaratkan Schlumberger. Patut disayangkan memang, tapi begitulah roda kehidupan berjalan.

Azies akhirnya bergabung dengan Metrodata, perusahaan yang bergerak bidang penjualan komputer. Hanya empat tahun dia di sana. Tetapi empat tahun itu telah menempa dirinya menjadi sosok baru, salesman handal. Fase kedua sekaligus terakhir sebagai pekerja dilalui pria ini di Humpus Trading. Sepuluh tahun dia berkarier di situ; masuk sebagai salesman dan pensiun sebagai vice president.

Apa yang membuat pria penyuka astronomi ini sangat pesat dalam karier? Rahasianya ternyata sangat sederhana dan kiatnya bisa diterapkan oleh siapa saja : (1) selalu percaya diri, karena hal itu pasti membuat kita tampil beda; (2) efektif saat bicara dan menulis; (3) pick good people, pilih anak buah yang baik serta membawa anak buah terbaik ke puncak karier dan prestasi; (4) high visibility alias mudah bergaul sehingga tampak dimana-mana; (5) look-like bussinessman di hadapan teman atau atasan.

Lebih lanjut Azies memberi resep sukses sebagai pekerja. Menurutnya pekerjaan itu seperti tumor, jika tidak cepat-cepat diatasi akan menjadi kanker. Semakin ditunda-tunda, semakin berat pula pekerjaan dituntaskan. Agar cepat dipromosikan, penikmat lagu-lagu heroik dan patriotik ini menyarankan agar selalu mengerjakan sesuatu tepat pada waktunya, atau malah sebelum waktunya. Di samping waktu, hasil menurutnya juga penting diperhatikan. Tanamkan tekad pada diri anda : “I want to deliver more than they’d expected!” Lalu selalu tanyai diri anda : “Am I making the best use of my time now?” Dan sering-sering mengevaluasi diri dengan ungkapan Zig Ziglar: “A goal is a dream with deadline”. Sebuah goal tanpa deadline hanyalah dream belaka. Begitulah resep sukses pria yang dulu sempat berburu dan mengoleksi senjata api terbaru.

Berhenti dari tempat kerja yang kedua, Azies memutuskan untuk menggeluti dunia usaha. Mampu mengakhiri status sebagai pekerja di tahun ke 14 merupakan sebuah prestasi tersendiri bagi pria ini. Sebab, sejak awal dia telah menargetkan bahwa 15-20 tahun setelah bekerja, dirinya akan bekerja di bidang dimana dia akan digaji untuk apa yang dia ketahui dan bukan apa yang dia kerjakan.

Komisaris utama distributor makanan impor ini juga meyakini  bahwa keputusannya menerjuni dunia wirausaha sudah sejalan dengan sebuah teori dalam elektronika bahwa amplifier yang high quality pasti narrow band, sedangkan amplifier yang wide band pasti faktor Quality-nya rendah.  Untuk bisa berkualitas tinggi di dunia usaha, kita harus sempit (menekuni suatu bidang tertentu saja). Sempit pengalaman di bidang-bidang lain tentunya, tetapi sarat pengalaman  dengan pengalaman di bidang yang pernah digelutinya. Inilah teori yang membuat dia yakin mendirikan dan menggeluti perusahaan di macam-macam bidang.

Falsafah Azies adalah bahwa mereka yang tidak pernah bekerja lebih untuk apa mereka diperkerjakan, umumnya tidak mendapatkan hasil lebih dari yang biasa mereka dapatkan. Mantan aktivis senat mahasiswa ini kemudian menarik pemahaman, “Saya berusaha menciptakan lapangan pekerjaan, saya akan mendapatkan earning (bayaran) atau jatah lebih dari pada kalau saya menjadi pegawai.”

Begitulah, seiring waktu, Azies akhirnya benar-benar keluar dari bidang yang pernah dipelajarinya. Tak mau kehilangan kohesivitas dengan akar akademinya hingga sekarang dia masih menjadi anggota  IEEE (Institute of Electrical And Electronic Engineer), sebuah membership internasional yang memberikan semacam ISO  (International Standard Organization), standar untuk semua peralatan listrik dan elektronika. Dia juga berperan dalam ikatan alumni ITS. Bahkan, kantor maupun kafenya menjadi pos berkumpulnya anak anak ITS. “Buat saya, kesamaan anak anak ITS itu satu: saling mencari alumni yang lainnya. Saya sendiri senang membantu alumni ITS. Tetapi saya mendapatkan laporan dari banyak alumni bahwa orang-orang ITS yang telah berada di posisi di atas enggan membantu alumni yang lain. Takut ketahuan bahwa dirinya ITS. Itu yang saya sayangkan”, ungkap Azies

Meskipun dekat dengan para pejabat negara, dan politisi senayan, pemilik cafe non alkohol di Kemang Jakarta Selatan ini mengaku tidak mau neko-neko dalam bisnis. Pengakuan ini tidak lantas mencerminkan visi bisnisnya, melainkan visi dia tentang  kebahagiaan. Sebuah momen titik-balik telah mengubah cara pandang pria ini terhadap arti kata memiliki.  Sejak SMP, Azies ingin punya sepeda motor. Tetapi keinginan itu baru terwujud pada tingkat V di ITS. Itupun bukan motor baru. Namun kebahagiaan yang dirasakannya itu sungguh sangat luar biasa. Tiga bulan girap-girap, tiap malam dia elap sepeda motor itu. Satu dasawarsa kemudian, saat memiliki Harley Davidson yang ke 9, kehampaan makna begitu kuat mendera. “Dimana kenikmatan punya motor yang seperti dulu?”

Akhirnya Azies menyimpulkan bahwa memiliki itu secukupnya saja. Dalam konteks perusahaan, secukupnya berarti hal-hal yang bisa membahagiakan diri, keluarga dan karyawannya. Visi ini memang saya akui memang salah, karena kurang agresif. Tetapi visi ini cocok untuk diri saya. Lebih-lebih capaian dia sekarang ini sudah luar biasa dibandingkan dengan janji ketika dipersaksikan kepada orang-orang. “Janjine nggak ngono, saya cuma pingin punya toko kecil”, kenangnya.

Selain dikenal religius dan akrab dengan semua kalangan. Azies ternyata memiliki kebiasaan unik. Setiap tanggal 17 Agustus dan 5 Oktober, dia selalu nyetel national heroic songs di mobil atau ruang kantornya. Uniknya juga, setiap bertemu dengan orang-orang yang berwenang, dia selalu menitipkan pesan   agar lagu-lagu tersebut digalakkan. Dia menilai bahwa orang Indonesia sekarang semakin tidak nasionalis. Dia juga merasa prihatin dengan hilangnya ruh kepramukaan di tengah-tengah bangsa ini. Baginya pramuka itu bukan sekedar seragam atau pelajaran tali-temali. Kepramukaan mengajarkan banyak hal yang bermanfaat bagi suatu bangsa; cinta negeri, cinta lingkungan, kesetiakawanan, dan lain lain.

Di ranah politik, Azies mengaku gandrung dengan peran HOS Tjokroaminoto. Sejalan dengan itulah pemilik sebuah penerbit besar ini terus berusaha menjadi kolabolator bagi teman-teman politisi, pejabat dan pebisnisnya. Dia senang mempertemukan mereka. Sebaliknya dia sangat membenci konflik. Dia juga meyakini setiap konflik pasti ada ujungnya. Dan dia ingin menjadi ujung itu.

Azies kini aktif di tiga ormas Islam. Terkait kegiatan sosial kemasyarakatan yang cukup padat, dia bertutur : “Saya bisa menjadi begini, sebagian karena belas kasihan orang lain. Saya lahir tanpa ibu. Bapak saya seorang guru. Saya diasuh oleh nenek saya, dibesarkan Oom saya dan teman-teman saya. Jadi saya pikir, sekarang ini saatnya untuk berbagi. Dan saya harap orang-orang yang pernah mengalami nasib seperti saya mau melakukan hal yang sama.”



BERBAKTI KEPADA ORANG TUA


KESEMPATAN MUNGKIN HANYA DATANG SATU KALI


MEMBANGUN ITU SEPERTI MENANAM POHON 

PARA PEMIMPIN





***hippies, orang yang memiliki pola hidupyang tak teratur, cenderung bebas dan tak terikat pola aturan masyarakat
**** Sumber:  BUKU BIRU BESAR --” INSPIRING TO SUCCES”,  Menuju Kemandirian Bangsa, Jejak Langkah 100 Almuni ITS, 2010